Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
A. Menelusuri Konsep dan
Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
1. Konsep Pancasila
sebagai Sistem Etika
a. Pengertian Etika
Etika pada umumnya
dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap
baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan
norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas
atau etika (Sastrapratedja, 2002: 81).
b.
Aliran-aliran Etika
c.
Etika Pancasila
Setelah Anda
mendapat gambaran tentang pengertian etika dan aliran etika, maka selanjutnya
perlu dirumuskan pengertian etika Pancasila, dan aliran yang lebih sesuai
dengan etika Pancasila. Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan
dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
2.
Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem
yang dihadapi bangsa Indonesia sebagai berikut. Pertama, banyaknya kasus
korupsi yang melanda negara Indonesia sehingga dapat melemahkan sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, masih terjadinya aksi terorisme yang
mengatasnamakan agama sehingga dapat merusak semangat toleransi dalam kehidupan
antar umat beragama, dan meluluhlantakkan semangat persatuan atau mengancam
disintegrasi bangsa. Ketiga, masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) dalam kehidupan bernegara, seperti: kasus penyerbuan Lembaga
Pemasyarakatan Cebongan Yogyakarta, pada tahun 2013 yang lalu. Keempat,
kesenjangan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai kehidupan
masyarakat Indonesia. Kelima, ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses
peradilan di Indonesia, seperti putusan bebas bersyarat atas pengedar narkoba
asal Australia Schapell Corby. Keenam, banyaknya orang kaya yang tidak bersedia
182 membayar pajak dengan benar, seperti kasus penggelapan pajak oleh
perusahaan, kasus panama papers yang menghindari atau mengurangi pembayaran
pajak. Kesemuanya itu memperlihatkan pentingnya dan mendesaknya peran dan
kedudukan Pancasila sebagai sistem etika karena dapat menjadi tuntunan atau
sebagai Leading Principle bagi warga negara untuk berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila.
B.
Menanya Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Sistem Etika
Pertama, dekadensi moral
yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda sehingga membahayakan
kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak mendapat pendidikan
karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia
sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi moral itu
terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila,
tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan. Contoh-contoh dekadensi moral,
antara lain: penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa
hormat kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan para
pelajar. Kesemuanya itu menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika
diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk pendidikan karakter
di sekolah-sekolah.
Kedua, korupsi akan
bersimaharajalela karena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-rambu
normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara negara tidak dapat
membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk (good
and bad). Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria
baik (good) dan buruk (bad). Archie Bahm dalam Axiology of Science, menjelaskan
bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk itu
eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk
selalu muncul. Ketika seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk
melakukan tindakan buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa
saja. Oleh karena itu, simpulan Archie Bahm, ”Maksimalkan kebaikan, minimalkan
keburukan” (Bahm, 1998: 58)
Ketiga, kurangnya rasa
perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak. Hal tersebut
terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah, padahal peranan pajak dari
tahun ke tahun semakin meningkat dalam membiayai APBN. Pancasila sebagai sistem
etika akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar memenuhi kewajiban
perpajakannya dengan baik. Dengan kesadaran pajak yang tinggi maka program
pembangunan yang tertuang dalam APBN akan dapat dijalankan dengan sumber
penerimaan dari sektor perpajakan. Berikut ini diperlihatkan gambar tentang
iklan layanan masyarakat tentang pendidikan yang dibiayai dengan pajak.
Keempat, pelanggaran
hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia ditandai
dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus-kasus
pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media, seperti penganiayaan
terhadap pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim oleh
pihak-pihak yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
dan lain-lain. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap
nilai- 185 nilai Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh
karena itu, di samping diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila,
diperlukan pula penjabaran sistem etika ke dalam peraturan perundang-undangan
tentang HAM (Lihat Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Kelima, kerusakan lingkungan yang
berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kesehatan,
kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global warming, perubahan
cuaca, dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran
terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang
tepat di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung memutuskan
tindakan berdasarkan sikap emosional, mau menang sendiri, keuntungan sesaat,
tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya. Contoh yang paling
jelas adalah pembakaran hutan di Riau sehingga menimbulkan kabut asap. Oleh
karena itu, Pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam peraturan
perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik
pribadi maupun perusahaan yang terlibat. Selain itu, penggiat lingkungan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara juga perlu mendapat
penghargaan
C.
Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem
Etika
1.
Sumber historis
Pada zaman Orde
Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai Philosofische
Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan
ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup
masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai
kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari
(berdiri di atas kaki sendiri).
2.
Sumber Sosiologis
Sumber
sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam kehidupan
masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau dalam hal
bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh
mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi
Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang mendalam.
3.
Sumber politis
Sumber
politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar
(Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan
di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori hukum itu suatu norma yang
berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu
norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan semakin abstrak
sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah kedudukannya, akan semakin konkrit
norma tersebut (Kaelan, 2011: 487). Pancasila sebagai sistem etika merupakan
norma tertinggi (Grundnorm) yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan
merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.
R. SANRIA PRASETYO
UNIVERSITAS
MUHADI SETIABUDI
Komentar
Posting Komentar