Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika
A. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan
Pancasila sebagai Sistem Etika
1.
Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika
Pertama, pada zaman Orde
Lama, pemilu diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang diikuti banyak
partai politik, tetapi dimenangkan empat partai politik, yaitu Partai Nasional
Indonesia (PNI), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Nahdhatul Ulama (PNU),
dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tidak dapat dikatakan bahwa pemerintahan di
zaman Orde Lama mengikuti sistem etika Pancasila, bahkan ada tudingan dari
pihak Orde Baru bahwa pemilihan umum pada zaman Orde Lama dianggap terlalu
liberal karena pemerintahan Soekarno menganut sistem demokrasi terpimpin, yang
cenderung otoriter.
Kedua, pada zaman Orde
Baru sistem etika Pancasila diletakkan dalam bentuk penataran P-4. Pada zaman
Orde Baru itu pula muncul konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan
manusia yang berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Manusia Indonesia seutuhnya dalam pandangan Orde Baru, artinya
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara kodrati
bersifat monodualistik, yaitu makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, dan
makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk pribadi
memiliki emosi yang memiliki pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan,
dan tanggapan emosional dari manusia lain dalam kebersamaan hidup. Manusia
sebagai makhluk sosial, memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan
sejahtera. Tuntutan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama dengan
orang lain, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itulah, sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial harus dikembangkan secara
selaras, serasi, dan seimbang (Martodihardjo, 1993: 171). 191 Manusia Indonesia
seutuhnya (adalah makhluk mono-pluralis yang terdiri atas susunan kodrat: jiwa
dan raga; Kedudukan kodrat: makhluk Tuhan dan makhluk berdiri sendiri; sifat
kodrat: makhluk sosial dan makhluk individual. Keenam unsur manusia tersebut
saling melengkapi satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang bulat.
Manusia Indonesia menjadi pusat persoalan, pokok dan pelaku utama dalam budaya
Pancasila. (Notonagoro dalam Asdi, 2003: 17-18).
Ketiga, sistem etika
Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia demokrasi. Namun seiring
dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa dilandasi sistem etika
politik akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta machiavelisme
(menghalalkan segala cara untuk mencapi tujuan). Sofian Effendi, Rektor
Universitas Gadjah Mada dalam sambutan pembukaan Simposium Nasional
Pengembangan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan
Nasional
2.
Argumen tentang Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika
Pertama, tantangan
terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Lama berupa sikap otoriter
dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam penyelenggaraan negara yang
menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut tidak sesuai dengan sistem
etika Pancasila yang lebih menonjolkan semangat musyawarah untuk mufakat.
Kedua, tantangan terhadap
sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baru terkait dengan masalah NKK (Nepotisme,
Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan penyelenggaraan negara. Hal tersebut tidak
sesuai dengan keadilan sosial karena nepotisme, kolusi, dan korupsi hanya
menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu.
Ketiga, tantangan
terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa eforia kebebasan
berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. Misalnya, munculnya
anarkisme yang memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan kebebasan
berdemokrasi.
B. Mendeskripsikan Esensi
dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
1.
Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Pertama, hakikat sila
ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai penjamin
prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga negara harus didasarkan
atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap prinsip moral
yang berlandaskan pada norma agama, 193 maka prinsip tersebut memiliki kekuatan
(force) untuk dilaksanakan oleh pengikut-pengikutnya.
Kedua, hakikat sila
kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia yang mengandung
implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini, yaitu
tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang mengandung implikasi
moral diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil dan beradab sehingga menjamin
tata pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai
kemanusiaan yang tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan.
Ketiga, hakikat sila
persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai warga bangsa yang
mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau kelompok. Sistem
etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan, solidaritas sosial akan
melahirkan kekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat memecah
belah bangsa.
Keempat, hakikat sila
kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat. Artinya, menghargai
diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.
Kelima, hakikat sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan dari sistem
etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata (deontologis) atau menekankan
pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih menonjolkan keutamaan (virtue
ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.
2.
Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Hal-hal penting yang
sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem etika meliputi hal-hal
sebagai berikut: Pertama, meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika
berarti menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu
sikap, tindakan, dan keputusan yang diambil setiap warga negara. Kedua,
Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga negara
sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal,
nasional, regional, maupun internasional. Ketiga, Pancasila sebagai sistem
etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan yang dibuat oleh
penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang
berjiwa Pancasilais. Keempat, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi
filter untuk menyaring pluralitas 194 nilai yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat sebagai dampak globalisasi yang memengaruhi pemikiran warga negara.
R. SANRIA PRASETYO
UNIVERSITAS
MUHADI SETIABUDI
Komentar
Posting Komentar