Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar Negara
A.
Menelusuri Konsep Negara, Tujuan
Negara dan Urgensi Dasar Negara
1. Menelusuri
Konsep Negara
Diponolo menyimpulkan 3
(tiga) unsur yang menjadi syarat mutlak bagi adanya negara yaitu: a. Unsur
tempat, atau daerah, wilayah atau territoir
b. Unsur manusia, atau umat (baca:
masyarakat), rakyat atau bangsa
c. Unsur organisasi, atau tata kerjasama,
atau tata pemerintahan.
Ketiga unsur tersebut lazim dinyatakan
sebagai unsur konstitutif. Selain unsur konstitutif ada juga unsur lain, yaitu
unsur deklaratif, dalam hal ini pengakuan dari negara lain
2. Menelusuri
Konsep Tujuan Negara
Tujuan negara Republik
Indonesia apabila disederhanakan dapat dibagi 2 (dua), yaitu mewujudkan
kesejahteraan umum dan menjamin keamanan seluruh bangsa dan seluruh wilayah
negara. Oleh karena itu, pendekatan dalam mewujudkan tujuan negara tersebut
dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan yaitu:
a. Pendekatan kesejahteraan (prosperity
approach)
b. Pendekatan keamanan (security approach)
3. Menelusuri Konsep dan Urgensi Dasar
Negara
Dasar negara merupakan
suatu norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara yang menjadi sumber dari
segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (rechtsidee), baik tertulis
maupun tidak tertulis dalam suatu negara. Cita hukum ini akan mengarahkan hukum
pada cita-cita bersama dari masyarakatnya. Cita-cita ini mencerminkan
kesamaankesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat (Yusuf, 2009).
Terdapat ilustrasi yang dapat mendeskripsikan tata urutan perundanganundangan
di Indonesia.
Prinsip bahwa norma hukum
itu bertingkat dan berjenjang, termanifestasikan dalam Undang-Undang Nomor 12
tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang tercermin pada
pasal 7 yang menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu
sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
B.
Menanya Alasan Diperlukannya Kajian
Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila merupakan
pandangan hidup dan kepribadian bangsa yang nilai-nilainya bersifat nasional
yang mendasari kebudayaan bangsa, maka nilai-nilai tersebut merupakan
perwujudan dari aspirasi (citacita hidup bangsa) (Muzayin, 1992: 16).
Dengan Pancasila, perpecahan
bangsa Indonesia akan mudah dihindari karena pandangan Pancasila bertumpu pada
pola hidup yang berdasarkan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian sehingga
perbedaan apapun yang ada dapat dibina menjadi suatu pola kehidupan yang
dinamis, penuh dengan keanekaragaman yang berada dalam satu keseragaman yang
kokoh (Muzayin, 1992: 16).
Dengan peraturan yang
berlandaskan nilai-nilai Pancasila, maka perasaan adil dan tidak adil dapat
diminimalkan. Hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara menaungi
dan memberikan gambaran yang jelas tentang peraturan tersebut berlaku untuk
semua tanpa ada perlakuan diskriminatif bagi siapapun. Oleh karena itulah,
Pancasila memberikan arah tentang hukum harus menciptakan keadaan negara yang
lebih baik dengan berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Dengan demikian,
diharapkan warga negara dapat memahami dan melaksanakan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, dimulai dari kegiatankegiatan sederhana yang menggambarkan
hadirnya nilai-nilai Pancasila tersebut dalam masyarakat. Misalnya saja,
masyarakat selalu bahu-membahu dalam ikut berpartisipasi membersihkan
lingkungan, saling menolong, dan 84 menjaga satu sama lain. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa nilai-nilai Pancasila telah terinternalisasi dalam
kehidupan bermasyarakat.
C.
Menggali Sumber Yuridis, Historis,
Sosiologis, dan Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Negara
1. Sumber
Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara yuridis
ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia sebagaimana
terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia. Melalui
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai payung hukum,
Pancasila perlu diaktualisasikan agar dalam praktik berdemokrasinya tidak
kehilangan arah dan dapat meredam konflik yang tidak produktif (Pimpinan MPR
dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013: 89)
2. Sumber
Historis Pancasila sebagai Dasar Negara
Dalam sidang yang
diselenggarakan untuk mempersiapkan Indonesia merdeka, Radjiman meminta kepada
anggotanya untuk menentukan dasar negara. Sebelumnya, Muhammad Yamin dan
Soepomo mengungkapkan pandangannya mengenai dasar negara. Kemudian dalam pidato
1 Juni 1945, Soekarno menyebut dasar negara dengan menggunakan bahasa Belanda,
Philosophische grondslag bagi Indonesia merdeka. Philosophische grondslag
itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya
untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka. Soekarno juga menyebut
dasar negara dengan istilah ‘Weltanschauung’ atau pandangan dunia (Bahar,
Kusuma, dan Hudawaty, 1995: 63, 69, 81; dan Kusuma, 2004: 117, 121, 128, 129).
Dapat diumpamakan, Pancasila merupakan dasar atau landasan tempat gedung
Republik Indonesia itu didirikan (Soepardo dkk, 1962: 47).
3. Sumber
Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara ringkas, Latif
(Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013)
menguraikan pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan menurut alam
Pancasila sebagai berikut.
Pertama, nilai-nilai
ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat
vertical transcendental) dianggap penting sebagai fundamental etika kehidupan
bernegara. Negara menurut Pancasila diharapkan dapat melindungi dan
mengembangkan kehidupan beragama; sementara agama diharapkan dapat memainkan
peran publik yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Sebagai negara yang
dihuni oleh penduduk dengan multiagama dan multikeyakinan, negara Indonesia
diharapkan dapat mengambil jarak yang sama, melindungi terhadap semua agama dan
keyakinan serta dapat mengembangkan politiknya yang dipandu oleh nilainilai
agama.
Kedua, nilai-nilai
kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan
sifat-sifat sosial (bersifat horizontal) dianggap penting 88 sebagai
fundamental etika-politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip
kebangsaan yang luas mengarah pada persaudaraan dunia yang dikembangkan melalui
jalan eksternalisasi dan internalisasi.
Ketiga, nilai-nilai etis
kemanusiaan harus mengakar kuat dalam lingkungan pergaulan kebangsaan yang
lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh. Indonesia
memiliki prinsip dan visi kebangsaan yang kuat, bukan saja dapat mempertemukan
kemajemukan masyarakat dalam kebaruan komunitas politik bersama, melainkan juga
mampu memberi kemungkinan bagi keragaman komunitas untuk tidak tercerabut dari
akar tradisi dan kesejarahan masing-masing. Dalam khazanah Indonesia, hal
tersebut menyerupai perspektif “etnosimbolis” yang memadukan antara perspektif
“modernis” yang menekankan unsur-unsur kebaruan dalam kebangsaan dengan
perspektif “primordialis” dan “perenialis” yang melihat unsur lama dalam
kebangsaan.
Keempat, nilai ketuhanan,
nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu dalam
aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan. Dalam prinsip musyawarahmufakat, keputusan tidak didikte
oleh golongan mayoritas atau kekuatan minoritas elit politik dan pengusaha,
tetapi dipimpin oleh hikmat/ kebijaksanaan yang memuliakan daya-daya
rasionalitas deliberatif dan kearifan setiap warga tanpa pandang bulu.
Kelima, nilai ketuhanan,
nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan serta demokrasi permusyawaratan
itu memperoleh artinya sejauh dalam mewujudkan keadilan sosial. Dalam visi
keadilan sosial menurut Pancasila, yang dikehendaki adalah keseimbangan antara
peran manusia sebagai makhluk individu dan peran manusia sebagai makhluk
sosial, juga antara pemenuhan hak sipil, politik dengan hak ekonomi, sosial dan
budaya.
Pandangan tersebut
berlandaskan pada pemikiran Bierens de Haan (Soeprapto, Bahar dan Arianto,
1995: 124) yang menyatakan bahwa keadilan sosial setidak-tidaknya memberikan
pengaruh pada usaha menemukan cita negara bagi bangsa Indonesia yang akan
membentuk negara dengan struktur sosial asli Indonesia. Namun, struktur sosial
modern mengikuti perkembangan dan tuntunan zaman sehingga dapatlah dimengerti
apabila para penyusun Undang-Undang Dasar 1945 berpendapat bahwa cita negara
Indonesia (de 89 Indonesische Staatsidee) haruslah berasal dan diambil dari
cita paguyuban masyarakat Indonesia sendiri.
4. Sumber
Politis Pancasila sebagai Dasar Negara
Mungkin Anda pernah
mengkaji ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) dan di dalam Pasal 36A jo. Pasal 1
ayat (2) UUD 1945, terkandung makna bahwa Pancasila menjelma menjadi asas dalam
sistem demokrasi konstitusional. Konsekuensinya, Pancasila menjadi landasan
etik dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Selain itu, bagi warga negara
yang berkiprah dalam suprastruktur politik (sektor pemerintah), yaitu
lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pemerintahan, baik di pusat maupun di
daerah, Pancasila merupakan norma hukum dalam memformulasikan dan
mengimplementasikan kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Di sisi lain, bagi setiap warga negara yang berkiprah dalam infrastruktur
politik (sektor masyarakat), seperti organisasi kemasyarakatan, partai politik,
dan media massa, maka Pancasila menjadi kaidah penuntun dalam setiap aktivitas
sosial politiknya. Dengan demikian, sektor masyarakat akan berfungsi memberikan
masukan yang baik kepada sektor pemerintah dalam sistem politik. Pada
gilirannya, sektor pemerintah akan menghasilkan output politik berupa kebijakan
yang memihak kepentingan rakyat dan diimplementasikan secara bertanggung jawab
di bawah kontrol infrastruktur politik. Dengan demikian, diharapkan akan terwujud
clean government dan good governance demi terwujudnya masyarakat yang adil
dalam kemakmuran dan masyarakat yang makmur dalam keadilan (meminjam istilah
mantan Wapres Umar Wirahadikusumah).
R. SANRIA PRASETYO
UNIVERSITAS
MUHADI SETIABUDI
Komentar
Posting Komentar