Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
A. Pancasila sebagai
Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
1.
Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pengertian Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa jenis
pemahaman. Pertama, bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang
dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Kedua, bahwa setiap iptek yang dikembangkan di
Indonesia harus menyertakan nilai 198 nilai Pancasila sebagai faktor internal
pengembangan iptek itu sendiri. Ketiga, bahwa nilai-nilai Pancasila berperan
sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu
mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak
bangsa Indonesia. Keempat, bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari
budaya dan ideologi bangsa Indonesia sendiri atau yang lebih dikenal dengan
istilah indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu).
2.
Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pentingnya Pancasila
sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri ke dalam hal-hal sebagai
berikut. Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa
Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan dalam
cara pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan
refleksi yang mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam
penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Kedua,
dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap lingkungan hidup berada
dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi hidup manusia di masa yang akan
datang. Oleh 200 karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi para ilmuwan dalam
pengembangan iptek di Indonesia. Ketiga, perkembangan iptek yang didominasi
negara-negara Barat dengan politik global ikut mengancam nilainilai khas dalam
kehidupan bangsa Indonesia, seperti spiritualitas, gotong royong, solidaritas,
musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh karena itu, diperlukan orientasi yang
jelas untuk menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai global yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.
B. Menanya Alasan
Diperlukannya Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pertama, kerusakan
lingkungan yang ditimbulkan oleh iptek, baik dengan dalih percepatan
pembangunan daerah tertinggal maupun upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
perlu mendapat perhatian yang serius. Penggalian tambang batubara, minyak, biji
besi, emas, dan lainnya di Kalimantan, Sumatera, Papua, dan lain-lain dengan
menggunakan teknologi canggih mempercepat kerusakan lingkungan. Apabila hal ini
dibiarkan berlarut-larut, maka generasi yang akan datang, menerima resiko
kehidupan 201 yang rawan bencana lantaran kerusakan lingkungan dapat memicu
terjadinya bencana, seperti longsor, banjir, pencemaran akibat limbah, dan
seterusnya.
Kedua, penjabaran
sila-sila Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat menjadi sarana
untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan iptek yang berpengaruh pada cara
berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderung pragmatis. Artinya, penggunaan
benda-benda teknologi dalam kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini telah
menggantikan peran nilainilai luhur yang diyakini dapat menciptakan kepribadian
manusia Indonesia yang memiliki sifat sosial, humanis, dan religius. Selain
itu, sifat tersebut kini sudah mulai tergerus dan digantikan sifat
individualistis, dehumanis, pragmatis, bahkan cenderung sekuler.
Ketiga, nilai-nilai
kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai daerah mulai
digantikan dengan gaya hidup global, seperti: budaya gotong royong digantikan
dengan individualis yang tidak patuh membayar pajak dan hanya menjadi free
rider di negara ini, sikap bersahaja digantikan dengan gaya hidup
bermewah-mewah, konsumerisme; solidaritas sosial digantikan dengan semangat
individualistis; musyawarah untuk mufakat digantikan dengan voting, dan
seterusnya.
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis
tentang Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia
1.
Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia
Sumber historis Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat ditelusuri pada
awalnya dalam dokumen negara, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 berbunyi: ”Kemudian daripada itu untuk membentuk
suatu Pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, … dan
seterusnya”.
Kata “mencerdaskan
kehidupan bangsa” mengacu pada pengembangan iptek melalui pendidikan. Amanat
dalam Pembukaan UUD 1945 yang terkait dengan mencerdaskan kehidupan bangsa itu
haruslah berdasar pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, dan seterusnya,
yakni Pancasila. Proses mencerdaskan kehidupan bangsa yang terlepas dari
nilai-nilai sipiritualitas, kemanusiaan, solidaritas kebangsaan, musyawarah,
dan keadilan merupakan pencederaan terhadap amanat Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 yang merupakan dokumen sejarah bangsa Indonesia.
2.
Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia
Sumber sosiologis
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat ditemukan pada sikap
masyarakat yang sangat memperhatikan dimensi ketuhanan dan kemanusiaan sehingga
manakala iptek tidak sejalan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan, biasanya
terjadi penolakan. Contohnya, penolakan masyarakat atas rencana pembangunan
pusat pembangkit listrik tenaga nuklir di semenanjung Muria beberapa tahun yang
lalu. Penolakan masyarakat terhadap PLTN di semenanjung Muria didasarkan pada
kekhawatiran atas kemungkinan kebocoran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di
Chernobyl Rusia beberapa tahun yang lalu. Trauma nuklir berkaitan dengan
keselamatan reaktor nuklir dan keluaran limbah radioaktif yang termasuk ke
dalam kategori limbah beracun. Kedua isu tersebut memicu dampak sosial sebagai
akibat pembangunan PLTN, bukan hanya bersifat standar seperti terciptanya
kesempatan kerja, kesempatan berusaha, tiumbulnya gangguan kenyaman karena
kemacetan lalu lintas, bising, getaran, debu, melainkan juga dampak yang
bersifat khusus, seperti rasa cemas, khawatir dan takut yang besarnya tidak
mudah dikuantifikasi. Dalam terminologi dampak sosial, hal yang demikian itu
dinamakan perceived impact, dampak yang dipersepsikan (Sumber: Suara Merdeka, 8
Desember 2006).
3.
Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia
Sumber politis Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat dirunut ke dalam
berbagai kebijakan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara. Dokumen pada
masa Orde Lama yang meletakkan Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan atau
orientasi ilmu, antara lain dapat dilihat dari pidato Soekarno ketika menerima
gelar Doctor Honoris Causa di UGM pada 19 September 1951, mengungkapkan hal
sebagai berikut:
“Bagi saya, ilmu
pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia dipergunakan untuk mengabdi kepada
praktik hidup manusia, atau praktiknya bangsa, atau praktiknya hidup dunia
kemanusiaan. Memang sejak muda, saya ingin mengabdi kepada praktik hidup
manusia, bangsa, dan dunia kemanusiaan itu. Itulah sebabnya saya selalu mencoba
menghubungkan ilmu dengan amal, menghubungkan pengetahuan dengan perbuatan
sehingga pengetahuan ialah untuk perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh
pengetahuan. Ilmu dan amal harus wahyu-mewahyui satu sama lain. Buatlah ilmu
berdwitunggal dengan amal. Malahan, angkatlah derajat kemahasiswaanmu itu
kepada derajat mahasiswa patriot yang sekarang mencari ilmu, untuk kemudian
beramal terus menerus di wajah ibu pertiwi” (Ketut, 2011).
Dengan demikian,
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pada zaman Orde Lama belum
secara eksplisit dikemukakan, tetapi oleh Soekarno dikaitkan langsung dengan
dimensi kemanusiaan dan hubungan antara ilmu dan amal. Selanjutnya, pidato
Soekarno pada Akademi Pembangunan Nasional di Yogyakarta, 18 Maret 1962,
mengatakan hal sebagai berikut:
“Ilmu pengetahuan itu
adalah malahan suatu syarat mutlak pula, tetapi kataku tadi, lebih daripada
itu, dus lebih mutlak daripada itu adalah suatu hal lain, satu dasar. Dan yang
dimaksud dengan perkataan dasar, yaitu karakter. Karakter adalah lebih penting
daripada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tetap adalah suatu syarat mutlak.
213 Tanpa karakter yang gilang gemilang, orang tidak dapat membantu kepada
pembangunan nasional, oleh karena itu pembangunan nasional itu sebenranya
adalah suatu hal yang berlangit sangat tinggi, dan berakar amat dalam sekali.
Berakar amat dalam sekali, oleh karena akarnya itu harus sampai kepada
inti-inti daripada segenap cita-cita dan perasaan-perasaan dan
gandrungan-gandrungan rakyat” (Soekarno, 1962).
D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan
Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
1.
Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pancasila sebagai
pengembangan ilmu belum dibicarakan secara eksplisit oleh para penyelenggara
negara sejak Orde Lama sampai era Reformasi. Para penyelenggara negara pada
umumnya hanya menyinggung masalah pentingnya keterkaitan antara pengembangan
ilmu dan dimensi kemanusiaan (humanism). Kajian tentang Pancasila sebagai dasar
nilai pengembangan ilmu baru mendapat perhatian yang lebih khusus dan eksplisit
oleh kaum intelektual di beberapa perguruan tinggi, khususnya Universitas
Gadjah Mada 215 yang menyelenggarakan Seminar Nasional tentang Pancasila
sebagai pengembangan ilmu, 1987 dan Simposium dan Sarasehan Nasional tentang
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Nasional, 2006.
Namun pada kurun waktu akhir-akhir ini, belum ada lagi suatu upaya untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kaitan dengan pengembangan Iptek
di Indonesia.
2.
Argumen tentang Tantangan Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Ada beberapa bentuk tantangan terhadap
Pancasila sebagai dasar pengembangan iptek di Indonesia:
a. Kapitalisme yang sebagai menguasai
perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Akibatnya, ruang bagi penerapan
nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu menjadi terbatas. Upaya
bagi pengembangan sistem ekonomi Pancasila yang pernah dirintis Prof. Mubyarto
pada 1980- an belum menemukan wujud nyata yang dapat diandalkan untuk menangkal
dan menyaingi sistem ekonomi yang berorientasi pada pemilik modal besar.
b. Globalisasi yang menyebabkan lemahnya
daya saing bangsa Indonesia dalam pengembangan iptek sehingga Indonesia lebih
berkedudukan sebagai konsumen daripada produsen dibandingkan dengan
negaranegara lain.
c. Konsumerisme menyebabkan negara
Indonesia menjadi pasar bagi produk teknologi negara lain yang lebih maju
ipteknya. Pancasila sebagai pengembangan ilmu baru pada taraf wacana yang belum
berada pada tingkat aplikasi kebijakan negara.
d. Pragmatisme yang berorientasi pada tiga
ciri, yaitu: workability (keberhasilan), satisfaction (kepuasan), dan result
(hasil) (Titus, dkk., 1984) mewarnai perilaku kehidupan sebagian besar
masyarakat Indonesia.
E. Mendeskripsikan Esensi
dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu untuk Masa Depan
1.
Esensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Sila pertama, Ketuhanan
Yang Maha Esa memberikan kesadaran bahwa manusia hidup di dunia ibarat sedang
menempuh ujian dan hasil ujian akan menentukan kehidupannya yang abadi di
akhirat nanti. Salah satu ujiannya adalah manusia diperintahkan melakukan
perbuatan untuk kebaikan, bukan untuk membuat kerusakan di bumi. Tuntunan sikap
pada kode etik ilmiah dan keinsinyuran, seperti: menjunjung tinggi keselamatan,
kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat; berperilaku terhormat, bertanggung
jawab, etis dan taat aturan untuk meningkatkan kehormatan, reputasi dan
kemanfaatan professional, dan lain-lain, adalah suatu manifestasi perbuatan
untuk kebaikan tersebut. Ilmuwan yang mengamalkan kompetensi teknik yang
dimiliki dengan baik sesuai dengan tuntunan sikap tersebut berarti menyukuri
anugrah Tuhan (Wahyudi, 2006: 61--62).
Sila kedua, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab memberikan arahan, baik bersifat universal maupun khas
terhadap ilmuwan dan ahli teknik di Indonesia. Asas kemanusiaan atau humanisme
menghendaki agar perlakuan terhadap manusia harus sesuai dengan kodratnya
sebagai manusia, yaitu memiliki keinginan, seperti kecukupan materi,
bersosialisasi, eksistensinya dihargai, mengeluarkan pendapat, berperan nyata
dalam lingkungannya, bekerja sesuai kemampuannya yang tertinggi (Wahyudi, 2006:
65). Hakikat kodrat manusia yang bersifat mono-pluralis, sebagaimana dikemukakan
Notonagoro, yaitu terdiri atas jiwa dan raga (susunan kodrat), makhluk individu
dan sosial (sifat kodrat), dan makhluk Tuhan dan otonom (kedudukan kodrat)
memerlukan keseimbangan agar dapat menyempurnakan kualitas kemanusiaannya.
Sila ketiga, Persatuan
Indonesia memberikan landasan esensial bagi kelangsungan Negara Kesatauan
Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, ilmuwan dan ahli teknik Indonesia perlu
menjunjung tinggi asas Persatuan Indonesia ini dalam tugas-tugas
profesionalnya. Kerja sama yang sinergis 217 antarindividu dengan kelebihan dan
kekurangannya masing-masing akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi
daripada penjumlahan produktivitas individunya (Wahyudi, 2006: 66). Suatu
pekerjaan atau tugas yang dikerjakan bersama dengan semangat nasionalisme yang
tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang lebih optimal.
Sila keempat, Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
memberikan arahan asa kerakyatan, yang mengandung arti bahwa pembentukan negara
republik Indonesia ini adalah oleh dan untuk semua rakyat Indonesia. Setiap
warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara. Demikian
pula halnya dengan ilmuwan dan ahli teknik wajib memberikan kontribusi
sebasar-besarnya sesuai kemampuan untuk kemajuan negara. Sila keempat ini juga
memberi arahan dalam manajemen keputusan, baik pada tingkat nasional, regional
maupun lingkup yang lebih sempit (Wahtudi, 2006: 68). Manajemen keputusan yang
dilandasi semangat musyawarah akan mendatangkan hasil yang lebih baik karena
dapat melibatkan semua pihak dengan penuh kerelaan.
Sila kelima, Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memberikan arahan agar selalu diusahakan
tidak terjadinya jurang (gap) kesejahteraan di antara bangsa Indonesia. Ilmuwan
dan ahli teknik yang mengelola industri perlu selalu mengembangkan sistem yang
memajukan perusahaan, sekaligus menjamin kesejahteraan karyawan (Wahyudi, 2006:
69). Selama ini, pengelolaan industri lebih berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi, dalam arti keuntungan perusahaan sehingga cenderung mengabaikan
kesejahteraan karyawan dan kelestarian lingkungan. Situasi timpang ini
disebabkan oleh pola kerja yang hanya mementingkan kemajuan perusahaan. Pada
akhirnya, pola tersebut dapat menjadi pemicu aksi protes yang justru merugikan
pihak perusahaan itu sendiri.
2.
Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Pentingnya Pancasila sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Perkembangan ilmu dan teknologi di Indonesia
dewasa ini tidak berakar pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri
sehingga ilmu pengetahuan yang dikembangkan di Indonesia sepenuhnya
berorientasi pada Barat (western oriented).
b. Perkembangan ilmu
pengetahuan di Indonesia lebih berorientasi pada kebutuhan pasar sehingga
prodi-prodi yang “laku keras” di perguruan tinggi Indonesia adalah prodi-prodi
yang terserap oleh pasar (dunia industri).
c. Pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di Indonesia belum melibatkan masyarakat luas
sehingga hanya menyejahterakan kelompok elite yang mengembangkan ilmu
(scientist oriented).
R. SANRIA PRASETYO
UNIVERSITAS
MUHADI SETIABUDI
Komentar
Posting Komentar